Monumen HWMI |
Hubbul Wathon Minal Iman (Cinta tanah air bagian dari iman)
Keajaiban Hubbul Wathon Minal Iman
Hubbul Wathon Minal Iman, Hadist yang Ajaib
Dalam buku“Intan tertabur” susunan Jalaluddin Syayuti Mesir,terkutib sabda Rosululloh SAWt tentang “Hubbul Wathon Minal Iman”. Lalu seorang tokoh mengomentari “maknanya shoheh dan
ajaib”.
Terinspirasi oleh hadist tersebut kemudia kami merenungkan betapa memang betul HubbulWathon Minal Iman atau yang artinya “Cinta Tanah Air Bagian Dari Iman” sungguh
menakjubkan keajaibannya di tanah air Indonesia.
DiIndonesia ini ada sebuah danau maknawi maul hayat yang airnya kilau-kemilau sejuk, hidup menghidupkan dan di dalamnya mengandung permata maknawi
bagai zamrut, berlian yang tak ternilai harganya. Jika “diminum dan untuk mandi” jiwa-jiwa bangsa ini maka saya yakin Indonesia akan menjadi bangsa yang “hidup segar dan sehat”. Danau
maul hayat itu bersumber dari seluruh tokoh terbaik Indonesia dengan berbagai agama dan aliran yang berjiwa “Cinta Tanah Air Bagian Dari Iman”.
Wujud danau itu adalah pembukaan UUD 45. Sehelai kertas itu mengandung makna seperti lautan tak bertepi, ada permata keimanan, permata Berkat, Rohmat, akhlaq, aqidah, dan cita_cita luhur yang nilainya lebih baik dari 350 tahun; “saat yang berbahagia dengan selamat sentausa”.
Tetapi sayang danau itu kini telah tertimbun oleh ”lumpur” sifat-sifat yang bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Hal inisudah diamanatkan oleh pendiri negara bahwa itulah hakekat penjajahan.
Karenanya kini danau itu harus kita bersihkan, sebab jika tidak,semuanya akan macet.
“Maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan perikeadilan”.
Hubbul Wathon Minal Iman, Jalan mencapai Negara Adil Makmur
Kitab Alquran, kitab Weda, kitab Tripitaka, Bibel, dan seluruh undang-undang di dunia ini tidak memiliki tangan dan kaki.
Artinya aturan itu tidak bisa berbuat sendiri, tidak bisa berjalan sendiri, dan manusialah yang harus menjalankannya. Jika tidak ada yang menjalankannya maka hilanglah manfaatnya.
Jika danau maknawi itu ”diminum” melalui pendidikan dan masuk dalam jiwa bangsa, saya yakin Indonesia akan selamat. Karena disitu (danau maknawi-red) sistemnya persis sistem syukur, dan sistem syukur persis sudah diatur dalam UUD ’45.
Adapun syukur adalah jalan mencapai “Baldatun thoyyibatun.” bersyukurlah kamu, negara akan menjadi negara thoyyibah.
Hakekat syukur adalah mengamal kan tiga buah titik yang ada di dalam huruf “syin”.
Titik Pertama, ”lmun.” Artinya mengetahui sumber nikmat, mengetahui wujudnya nikmat, dan mengetahui untuk apa nikmat di berikan.
Titik Kedua, “Farhun”:Artinya gembira karena mengetahui sumber nikmat yakni Alloh, gembira karena mengetahui wujud nikmat, dan gembira karena mengetahui tujuan nikmat itu di berikan.
Titik Ketiga adalah “Amalun”. Maksudnya mengelola nikmat menurut ridho Alloh Ta’ala.
Diantara nikmat besar yang telah diterima bangsa Indonesia adalah nikmat berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). NKRI tidak akan ada jika tidak ada kemerdekaan
Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Pun kemerdekaan tidak akan mungkin diperoleh jika tidak ada pertolongan Alloh
“Atas Berkat Rohmat Alloh Yang Maha Kuasa dan dengan di dorongkan oleh keinginan luhur maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaanya”.
Sebab, apa mungkin keadaan compang-camping saat itu mampu menghadapi raksasa putih (penajajah Belanda _red) dan raksasa kuning (penjajah Jepang).
Mustahil menurut perhitungan akal, tapi kenyataannya kemerdekaan terjadi.
Oleh sebab itu pendahulu negeri ini menyadari tanpa pertolongan Alloh tak mungkin Indonesia bisa merdeka.
Peristiwa ajaib lain yang sangat menakjubkan dan bersumber dari jiwa Hubbul Wathon Minal Iman (Cinta Tanah Air Bagian Dari Iman)
juga terjadidi sebuah gedung no 106 gg Kenari jalan Kramat Raya tahun 1928 di bulan 10 pada tanggal 28.
Peristiwa itu adalah Sumpah Pemuda dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.
Dirumah no 106 (1 di tambah 6= tujuh) ini menimbulkan 7 keajaiban. Keajaiban ini antara lain ajaibnya nama,ajaibnya penyaksian, ajaibnya para pelakunya, ajaib obyeknya, ajaib
kebenaannya, ajaib latar belakangnya, dan ajaib latar mukanya.
Tentang ”ajaibnya penyaksian”. Saat waktu itu putra-putri Indonesia berikrar tentang ”satu nusa” yang disaksikan oleh tahun 19(1+ 9 = 10).
Angka sepuluh jika dijumlah sama dengan satu (1 + 0 = 1 ), berati ”satu nusa”. Kemudian ikrar ”satu bangsa”,disaksikan oleh tahun 28 (2+ 8 = 10).
Jumlah sepuluh sama dengan”satu bangsa”. Lalu ikrar ”satu bahasa”, disaksikan oleh bulan 10. Angka sepuluh disini berarti ”satu bahasa”.
Jadi ikrar ”satu nusa, satu bangsa , dan satu bahasa”pada tanggal 28 itu sebagai penyaksian satunya negara Republik Indonesia yang ”disingkat” pada nama Gang tempat pelaksanaan acara
yakni ”Kenari ; Kesatuan Negara Republik Indonesia”. Sedang jalan Kramat Raya Kramat berarti”menuju kemulyaan yang besar”.
Padahal waktu itu para pemuda yang berikrar usianya sekitar 20-25 tahun, tapi mereka memiliki keberanian luar biasa.
Keberanian lintas suku, berani lintas agama, dan berani mendobrak berhala imperialisme.
Dan berselang 17 tahun kemudian kemerdekaan bangsa Indonesia tercapai.
Jadi ada benang halus antara Sumpah Pemuda dan Sumpah Palapa.
Peringatan yang keliru Pada tanggal 17 Agustus saya pergi ke Jakarta. Waktu saya ke masjid Istiqlal disitu tertulis
“Dirgahayu Kemerdekaan RI”. Begitu pula saat ke Taman Mini,dari Surabaya hingga Jakarta semua tertulis sama “Dirgahayu Kemerdekaan RI”. Lantas jika dipikir, apakah yang dijajah
selama 350 tahun itu Republik Indonseia ataukah bangsa Indonesia?
Didalam teks proklamasi tertulis “Kami bangsa Indonesia” bukan ”Kami Republik Indonesia. Juga tertulis ”Atas nama bangsa Indonesia” bukan ”atas nama Republik Indonesia”. Juga tertulis
”Sukarno_Hatta” bukan ”Presiden Sukarno”.
Demikian juga dalam pembukaan ”Bahwa Kemerdekaan itu hak segala bangsa” bukan ”hak epublik Indonesia”. Tapi mengapa kemudian yang ditemui adalah tulisan ”Kemerdekaan RI”?.
Begitu pula seandainya pada tanggal 17 Agustus Negara Republik Indonesia sudah berdiri,berdiri di atas dasar apa?
Jika didirikan atas dasar Pancasila, nyatanya saat itu Pancasila belum menjadi dasar negara. Sebab saat itu sila ”Ketuhanan”
masih koma yakni ”Ketuhanan, dengan menjalankan syariat syariat Islam bagi pemeluk pelemuknya.
Jadi belum final.
Baru pada 18 Agustus menjelang sidang PPKI,dr. Hatta, KH Wahid Hasyid, Kihadi Kusumo. Mr Hasan, Kasman Singodimedjo melakukan rapat kilat mengenai 7 kalimat pada sila kesatu
Pancasila.
Agar dapat menjadi kalimat titik temu, maka digantilah dengan tiga kalimat “Yang Maha Esa”. Ini baru final !
Apalagi kalimat ”dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk2 nya” nantinya dapat berarti yang mewajibkan, zakat,puasa, haji adalah negara, bukan Alloh swt.
Apa hal ini nggak syirik?
Alhamdulillah, dengan rohmat besar ini selamatlah negeri ini dari perpecahan. ”Ketuhanan Yang Maha Esa” itulah kalimat titik temu bagi seluruh agama yang ada di Indonesia.
Kalimat titik temu itu juga sudah diterangkan dalan AlQur’an, “Ya ahli kitabi ta’alau sawain bainawabai nahum”“Wahai ahli kitab marilah kita pada satu kalimat yang sama titik temu”.
Alhamdulillah di Indonesia ini ada kalimat titik temu, sehingga ketuhanan itu menjadi dasar negara yang paling utama.
Seperti juga tercantumi bab 11 pasal 29 ayat no 1.” Negara berdasar Atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Jadi di Indonesia ini bukan rakyatnya saja yang berketuhanan tapi negaranya berkeTuhanan Yang Maha Esa.
Satu_satunya negara di dunia yang menggunakannya hanya Indonesa.
Karenanya kita harus bersyukur kepada Alloh, syukur kepada pendahulu kita.
Rosululloh bersabda “Man Lam Yaskurinnas Lam Yaskurilah”Barang siapa tidak syukur kepada sesama manusia tidak syukur kepada Allah”.
Seandainya tiga kalimat diatas tidak diganti mungkin Indonesia akan terpecah.
Walaupun akhir-akhir ini nampak ada usaha untuk mengembalikan”Ketuhanan yang dikoma” lagi.
Jadi perlu dipikir sungguh_sungguh tentang hal yang sudah final ini.
Yang penting sekarang akar-akar identitas jati diri diperkuat.
Sehingga meski terjadi globalisasi,asal akarnya kuat maka tidak akan terlibas.
Sebaliknya kalau akar identitas Indonesia ini tidak diperkuat maka beberapa puluh tahun lagi Indonesia tinggal nama, terlibas oleh globalisasi.
Ini yang kami kawatirkan !*
Diringkas dari : Sambutan Mursyid Thoriqoh Shiddiqiyyah pada acara
Pembukaan Seminar Cinta
Tanah Air 1
-
2 Agustus 2007 di ISLAMIC CENTER Surabaya
Keajaiban Hubbul Wathon Minal Iman
Hubbul Wathon Minal Iman, Hadist yang Ajaib
Dalam buku“Intan tertabur” susunan Jalaluddin Syayuti Mesir,terkutib sabda Rosululloh SAWt tentang “Hubbul Wathon Minal Iman”. Lalu seorang tokoh mengomentari “maknanya shoheh dan
ajaib”.
Terinspirasi oleh hadist tersebut kemudia kami merenungkan betapa memang betul HubbulWathon Minal Iman atau yang artinya “Cinta Tanah Air Bagian Dari Iman” sungguh
menakjubkan keajaibannya di tanah air Indonesia.
DiIndonesia ini ada sebuah danau maknawi maul hayat yang airnya kilau-kemilau sejuk, hidup menghidupkan dan di dalamnya mengandung permata maknawi
bagai zamrut, berlian yang tak ternilai harganya. Jika “diminum dan untuk mandi” jiwa-jiwa bangsa ini maka saya yakin Indonesia akan menjadi bangsa yang “hidup segar dan sehat”. Danau
maul hayat itu bersumber dari seluruh tokoh terbaik Indonesia dengan berbagai agama dan aliran yang berjiwa “Cinta Tanah Air Bagian Dari Iman”.
Wujud danau itu adalah pembukaan UUD 45. Sehelai kertas itu mengandung makna seperti lautan tak bertepi, ada permata keimanan, permata Berkat, Rohmat, akhlaq, aqidah, dan cita_cita luhur yang nilainya lebih baik dari 350 tahun; “saat yang berbahagia dengan selamat sentausa”.
Tetapi sayang danau itu kini telah tertimbun oleh ”lumpur” sifat-sifat yang bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Hal inisudah diamanatkan oleh pendiri negara bahwa itulah hakekat penjajahan.
Karenanya kini danau itu harus kita bersihkan, sebab jika tidak,semuanya akan macet.
“Maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan perikeadilan”.
Hubbul Wathon Minal Iman, Jalan mencapai Negara Adil Makmur
Kitab Alquran, kitab Weda, kitab Tripitaka, Bibel, dan seluruh undang-undang di dunia ini tidak memiliki tangan dan kaki.
Artinya aturan itu tidak bisa berbuat sendiri, tidak bisa berjalan sendiri, dan manusialah yang harus menjalankannya. Jika tidak ada yang menjalankannya maka hilanglah manfaatnya.
Jika danau maknawi itu ”diminum” melalui pendidikan dan masuk dalam jiwa bangsa, saya yakin Indonesia akan selamat. Karena disitu (danau maknawi-red) sistemnya persis sistem syukur, dan sistem syukur persis sudah diatur dalam UUD ’45.
Adapun syukur adalah jalan mencapai “Baldatun thoyyibatun.” bersyukurlah kamu, negara akan menjadi negara thoyyibah.
Hakekat syukur adalah mengamal kan tiga buah titik yang ada di dalam huruf “syin”.
Titik Pertama, ”lmun.” Artinya mengetahui sumber nikmat, mengetahui wujudnya nikmat, dan mengetahui untuk apa nikmat di berikan.
Titik Kedua, “Farhun”:Artinya gembira karena mengetahui sumber nikmat yakni Alloh, gembira karena mengetahui wujud nikmat, dan gembira karena mengetahui tujuan nikmat itu di berikan.
Titik Ketiga adalah “Amalun”. Maksudnya mengelola nikmat menurut ridho Alloh Ta’ala.
Diantara nikmat besar yang telah diterima bangsa Indonesia adalah nikmat berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). NKRI tidak akan ada jika tidak ada kemerdekaan
Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Pun kemerdekaan tidak akan mungkin diperoleh jika tidak ada pertolongan Alloh
“Atas Berkat Rohmat Alloh Yang Maha Kuasa dan dengan di dorongkan oleh keinginan luhur maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaanya”.
Sebab, apa mungkin keadaan compang-camping saat itu mampu menghadapi raksasa putih (penajajah Belanda _red) dan raksasa kuning (penjajah Jepang).
Mustahil menurut perhitungan akal, tapi kenyataannya kemerdekaan terjadi.
Oleh sebab itu pendahulu negeri ini menyadari tanpa pertolongan Alloh tak mungkin Indonesia bisa merdeka.
Peristiwa ajaib lain yang sangat menakjubkan dan bersumber dari jiwa Hubbul Wathon Minal Iman (Cinta Tanah Air Bagian Dari Iman)
juga terjadidi sebuah gedung no 106 gg Kenari jalan Kramat Raya tahun 1928 di bulan 10 pada tanggal 28.
Peristiwa itu adalah Sumpah Pemuda dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.
Dirumah no 106 (1 di tambah 6= tujuh) ini menimbulkan 7 keajaiban. Keajaiban ini antara lain ajaibnya nama,ajaibnya penyaksian, ajaibnya para pelakunya, ajaib obyeknya, ajaib
kebenaannya, ajaib latar belakangnya, dan ajaib latar mukanya.
Tentang ”ajaibnya penyaksian”. Saat waktu itu putra-putri Indonesia berikrar tentang ”satu nusa” yang disaksikan oleh tahun 19(1+ 9 = 10).
Angka sepuluh jika dijumlah sama dengan satu (1 + 0 = 1 ), berati ”satu nusa”. Kemudian ikrar ”satu bangsa”,disaksikan oleh tahun 28 (2+ 8 = 10).
Jumlah sepuluh sama dengan”satu bangsa”. Lalu ikrar ”satu bahasa”, disaksikan oleh bulan 10. Angka sepuluh disini berarti ”satu bahasa”.
Jadi ikrar ”satu nusa, satu bangsa , dan satu bahasa”pada tanggal 28 itu sebagai penyaksian satunya negara Republik Indonesia yang ”disingkat” pada nama Gang tempat pelaksanaan acara
yakni ”Kenari ; Kesatuan Negara Republik Indonesia”. Sedang jalan Kramat Raya Kramat berarti”menuju kemulyaan yang besar”.
Padahal waktu itu para pemuda yang berikrar usianya sekitar 20-25 tahun, tapi mereka memiliki keberanian luar biasa.
Keberanian lintas suku, berani lintas agama, dan berani mendobrak berhala imperialisme.
Dan berselang 17 tahun kemudian kemerdekaan bangsa Indonesia tercapai.
Jadi ada benang halus antara Sumpah Pemuda dan Sumpah Palapa.
Peringatan yang keliru Pada tanggal 17 Agustus saya pergi ke Jakarta. Waktu saya ke masjid Istiqlal disitu tertulis
“Dirgahayu Kemerdekaan RI”. Begitu pula saat ke Taman Mini,dari Surabaya hingga Jakarta semua tertulis sama “Dirgahayu Kemerdekaan RI”. Lantas jika dipikir, apakah yang dijajah
selama 350 tahun itu Republik Indonseia ataukah bangsa Indonesia?
Didalam teks proklamasi tertulis “Kami bangsa Indonesia” bukan ”Kami Republik Indonesia. Juga tertulis ”Atas nama bangsa Indonesia” bukan ”atas nama Republik Indonesia”. Juga tertulis
”Sukarno_Hatta” bukan ”Presiden Sukarno”.
Demikian juga dalam pembukaan ”Bahwa Kemerdekaan itu hak segala bangsa” bukan ”hak epublik Indonesia”. Tapi mengapa kemudian yang ditemui adalah tulisan ”Kemerdekaan RI”?.
Begitu pula seandainya pada tanggal 17 Agustus Negara Republik Indonesia sudah berdiri,berdiri di atas dasar apa?
Jika didirikan atas dasar Pancasila, nyatanya saat itu Pancasila belum menjadi dasar negara. Sebab saat itu sila ”Ketuhanan”
masih koma yakni ”Ketuhanan, dengan menjalankan syariat syariat Islam bagi pemeluk pelemuknya.
Jadi belum final.
Baru pada 18 Agustus menjelang sidang PPKI,dr. Hatta, KH Wahid Hasyid, Kihadi Kusumo. Mr Hasan, Kasman Singodimedjo melakukan rapat kilat mengenai 7 kalimat pada sila kesatu
Pancasila.
Agar dapat menjadi kalimat titik temu, maka digantilah dengan tiga kalimat “Yang Maha Esa”. Ini baru final !
Apalagi kalimat ”dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk2 nya” nantinya dapat berarti yang mewajibkan, zakat,puasa, haji adalah negara, bukan Alloh swt.
Apa hal ini nggak syirik?
Alhamdulillah, dengan rohmat besar ini selamatlah negeri ini dari perpecahan. ”Ketuhanan Yang Maha Esa” itulah kalimat titik temu bagi seluruh agama yang ada di Indonesia.
Kalimat titik temu itu juga sudah diterangkan dalan AlQur’an, “Ya ahli kitabi ta’alau sawain bainawabai nahum”“Wahai ahli kitab marilah kita pada satu kalimat yang sama titik temu”.
Alhamdulillah di Indonesia ini ada kalimat titik temu, sehingga ketuhanan itu menjadi dasar negara yang paling utama.
Seperti juga tercantumi bab 11 pasal 29 ayat no 1.” Negara berdasar Atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Jadi di Indonesia ini bukan rakyatnya saja yang berketuhanan tapi negaranya berkeTuhanan Yang Maha Esa.
Satu_satunya negara di dunia yang menggunakannya hanya Indonesa.
Karenanya kita harus bersyukur kepada Alloh, syukur kepada pendahulu kita.
Rosululloh bersabda “Man Lam Yaskurinnas Lam Yaskurilah”Barang siapa tidak syukur kepada sesama manusia tidak syukur kepada Allah”.
Seandainya tiga kalimat diatas tidak diganti mungkin Indonesia akan terpecah.
Walaupun akhir-akhir ini nampak ada usaha untuk mengembalikan”Ketuhanan yang dikoma” lagi.
Jadi perlu dipikir sungguh_sungguh tentang hal yang sudah final ini.
Yang penting sekarang akar-akar identitas jati diri diperkuat.
Sehingga meski terjadi globalisasi,asal akarnya kuat maka tidak akan terlibas.
Sebaliknya kalau akar identitas Indonesia ini tidak diperkuat maka beberapa puluh tahun lagi Indonesia tinggal nama, terlibas oleh globalisasi.
Ini yang kami kawatirkan !*
Diringkas dari : Sambutan Mursyid Thoriqoh Shiddiqiyyah pada acara
Pembukaan Seminar Cinta
Tanah Air 1
-
2 Agustus 2007 di ISLAMIC CENTER Surabaya